Kilas Membaca Buku di Tahun 2020

Pam
6 min readJan 6, 2021

--

sumber gambar: unsplash/photos/sfL_QOnmy00

Tahun berganti, tapi ingatan kesusahan dan kebahagian lainnya tidak lenyap begitu saja. Seperti halnya juga dengan pagebluk yang entah kapan berakhirnya. Begitulah adanya tahun 2020, bertahan hidup seperti sebuah keberuntungan, walaupun usaha keras dan hal-hal lainnya turut mewujudukannya.

Di samping itu semua, karena berhasil bertahan hidup dan memiliki alasan untuk terus bertahan dan memiliki mimpi-mimpi yang belum terwujud saat ini, maka saya akan merayakannya dengan menulis kilas bacaan buku selama satu tahun ke belakang. Tapi tentu saja dipilih lagi mana-mana saja yang begitu istimewa menurut saya. Singkatnya, sebuah usaha untuk mengingat dan seperti merapal mantra untuk menghadapi sesuatu di depan sana.

1. A Companion to Marx’s Capital – David Harvey

Seperti kata Naomi Klein yang memberikan tanggapan mengenai David Harvey yang telah menginspirasi dan memicu revolusi di bidangnya. Begitulah yang terjadi pada diri saya yang ingin sekali mengetahui, memahami tentang krisis ekonomi dan kaitannya dengan politik, maka penjelasan yang ditulis oleh Harvey mengenai pemikiran Karl Marx yang tertuang pada Das Capital Volume I, II, III, merupakan sebentuk penunjuk untuk memahami ekonomi politik. Sebab tidak mudah untuk membaca langsung karya agung Marx itu. Oya, barangkali belum tahu, jika apa yang biasa kita dengar tentang ‘kapitalisme’, ‘kapitalist’, itu sebenarnya merupakan modus produksi. Marx juga ternyata banyak mengiyakan apa yang Adam Smith katakan, dan tentu saja ia mencari jurang atau kontradiksi di dalam argumen Smith. Marx juga terkesan bahwa kapitalisme begitu dinamis. Oleh karenanya kapitalisme selalu merupakan pergerakan, gerak, dan proses dari sirkulasi kapital. Ia tidak melekat pada kebendaan, melainkan proses yang hadir hanya dalam gerak.

Setelah kita membaca buku tersebut, Harvey justru menyarankan kita untuk membaca sendiri Das Capital berdasarkan istilah dari Marx itu sendiri. Melalui buku ini saya menyadari bahwa ‘nilai itu berada pada gerak’, kapital itu selalu harus bergerak, jika tidak maka runtuh. Dari buku ini juga kita akan dapati apa yang dimaksud dengan komoditas, bukan hanya sebagai keinginan manusia, kebutuhan, dan hasrat yang dipertukarkan di pasar. Lebih daripada itu, Marx lebih tertarik untuk melihat fakta bahwa orang-orang membeli komditas dan kegiatan tersebut merupakan fondasi kehidupan. Selain itu, kita juga tahu bahwa kok bisa satu barang dengan barang yang lain memiliki ukuran standarnya masing-masing. Dari sini ia membawa kepada konspe nilai-guna (use-value) dan juga nilai-tukar (exchange-value). Pasalnya dalam masyarakat (kapitalisma) kita mahfum dalam proses pertukaran, misalnya, antara kaos dan sepatau dan apel, serta jeruk seolah-olah merupakan sesuatu yang aksidental. Padahal komoditas itu tercipta karena adanya kerja-kerja manusia. Dengan kata lain nilai dari sebuah komoditas itu sejatinya hasil dari kerja-kerja manusia terdahulu, ia bukanlah harga yang tertera di supermarket, pamflet, atau lainnya. Menurut Harvey, kita juga tidak bisa memisahkan kesatuan dari kegunaan komoditas ke bagian-bagian terkecil (ini merupakan nilai-pakai, sementara yang ini nilai guna), sebab komoditas merupakan relasi keterhubungan, kesatuan.

Selain tentang konsep komoditas dan implikasinya kepada pembahasan tentang nilai-guna, nilai-tukar, dan nilai. Kita juga akan diberikan penjelasan yang jelas mengenai asal-usul nilai-lebih (surplus-value), dan tentu saja informasi berharga lainnya. Selebihnya saya sepakat dengan Harvey, bahwa pembahasan di dalamnya begitu kaya, juga penggunaan metaphor yang membuat kesan pertama bahwa ketika membaca Capital secara langsung tidak akan seperti membaca tulisan yang dipenuhi oleh logika simbolik. Misalnya ketika Marx menyinggung tentang buruh, ia mengibaratkan buruh itu sebagai tentara cadangan, dan siap dihisap darahnya oleh zombie (kapitalisma).

2. Asal Usul Kekayaan: Sejarah Teori Nilai Dalam Ilmu Ekonomi Dari Aristoteles Sampai Amartya Sen – Martin Suryajaya

Tentu saja ketika saya selesai membaca salah satu bukunya David Harvey, kemudian langsung membaca Das Capital. Justru saya membaca bukunya Martin Suryajaya. Masa iya kita engga membaca tulisan suhu satu ini dalam dunia Marx dan lain-lainnya yang mudah diakses dalam Bahasa Indonesia. Tidak aneh untuk Suryajaya menulis buku-buku sejarah yang tebal-tebal itu, karena beliau memang mampu. Begitu juga mengenai “Asal Usul Kekayaan” yang menelusuri asal usul kekayaan dari Aristoteles sampe Amartya Sen. Merupakan bacaan yang pas menurut saya pribadi ketika beres membaca Harvey lanjut ke Suryajaya. Pasalnya tidak sedikit konsep istilah yang sebelumnya samar menjadi terjelaskan dengan baik melalui penjelasan dari Suryajaya.

Dan menariknya lagi, kita akan melihat duduk perkara atau perbedaan dua kubu dalam melihat nilai, nilai-kerja dan nilai-utilitas. Selain itu juga dipaparkan pengandaian filosofis keduanya, misalnya dari satu sisi ada yang berangkatnya dari ranah ontologi, sementara yang sisi lainnya dari ranah epistemologi. Pada puncaknya, seperti yang ada dalam deskripsi, buku ini memuat argumen bagi teori nilai-kerja Marxian sebagai alternatif terhadap teori nilai-utilitas Neoklasik yang kini menyeret realitas perekonomian global pada krisis.

3. Konferensi Asia-Afrika: Asal Usul Intelektual dan Warisannya bagi Gerakan Global Antiimperialisme – Wildan Sena Utama

Sebuah studi yang berfokus mengenai Konferensi Asia Afrika yang masih jarang dibahas, namun ia memiliki implikasi yang begitu penting dalam upaya dekolonisasi, pembangunan negara pasca-kolonial, Gerakan Non-Blok. Alasan buku ini menjadi penting bukan hanya karena saya sebagai orang yang tumbuh besar di Bandung, tetapi karena kita juga bisa melihat secara spesifik bagaimana sejarah dan respon yang dilakukan oleh Dunia Ketiga atas Perang Dingin. Dari sana juga kita bisa bayangkan bagaimana sulitnya untuk mengorganisir pertemuan agar lancarnya cita-cita Gerakan Non-Blok, sebab tidak sedikit pihak Sekutu mengirimkan mata-matanya juga sederet usaha agar tidak terlaksananya pertemuan tersebut.

Konferensi Asia Afrika juga cukup berhasil untuk mempereta hubungan negara Asia pada waktu itu dan juga berhasil mengurai permasalahan anti-imperialisme sebelum perang menjadi dekolonisasi pascaperang dan membantu memikirkan mengenai posisi Asia dalam konstelasi internasional yang baru. Konferensi ini juga mempercepat Kerjasama antar-Asia yang melahirkan Afro-Asianisme.

Selain itu kita juga menjadi lebih tahu bahwa ternyata dalam konferensi kala itu, Zhou Enlai beberapa kali menegaskan keinginan Cina untuk menghindari perang dan menyelesaikan perbedaan-perbedaannya dengan AS melalui negosiasi. Pun fakta bahwa di Bandung, Indonesia dan Cina menandatangani perjanjian kewarganegaraan ganda pada 22 April 1955.

4. Introduction To Metaphysics – Martin Heidegger

Hal lain yang patut disyukuri ialah ketika masih memiliki tenaga untuk membaca karya Martin Heidegger. Alasan apalagi kalo bukan karena sederet istilah yang begitu asing dan definisi yang Heidegger ciptakan di tengah kondisi dunia yang lagi begini adanya. Hal unik ialah kok bisa Heidegger sampe kepikiran untuk membahas dan mencoba menjernihkan istilah being/ada. Sementara dalam tata bahasa keseharian kita tidak terlalu memikirkan tentang istilah tersebut. Bukanlah Heidegger jika ia tidak melacak sejarah filsafat ke awal mulanya. Heidegger melemparkan dirinya untuk menginterogasi konsep utama; mendorong kita untuk bertanya mengenai apa yang kita maksud ketika kita mengatakan tentang ‘sesuatu ada’. Ternyata ketika kita mengespresikannya, ‘ada’ itu bisa berarti apa saja bagi kita, dan memungkinkan kita untuk berpikir ulang mengenai eksistensi sebagai makhluk hidup.

Sependek pemahaman saya, dalam buku ini, upaya yang harus digarisbawahi adalah untuk selalu mempertanyakan hal. Tidak aneh jika muncul pertanyaan “kenapa sesuatu ada, ketimbang tiada?” Selain itu, menurutnya metafisika bisa bangkit kembali, ingat loh bukan metafisika ala Indonesia yang cenderung mengarah ke hal gaib dan supranatural, dengan melakukan genealogis Batasan-batasan dan arti utama dari “fisik/fisika/ phusis”. Maka dari itu, sebenarnya buku ini juga bisa menjadi buku selanjutnya ketika kita telah selesai membaca Being and Time karyanya.

5. Bringing Up Bebe - Pamela Druckerman

Terakhir dan tidak kalah pentingnya datang dari buku soal parenting, sebabnya saya memilih buku ini ialah karena pada tahun 202 saya resmi menjadi seorang bapak, dan karena saya begitu awam soal bagaimana menjadi orang tua ketika memiliki seorang bayi, maka pilihan yang tepat selain bertanya kepada orangtua ialah membaca buku atau membaca artikel terkait parenting.

Saya baru tahu kalo tiap-tiap negara itu memiliki karakteristik masing-masing ketika dihadapkan pada urusan mengurus bayi yang baru lahir. Misalnya ada sedikit kesamaan antara kebiasaan merawat dan membesarkan bayi, secara umum, yang dilakukan oleh orang Indonesia dengan Amerika Serikat. Druckerman yang juga sempat mengalami keanehan dengan cara parenting yang dilakukan oleh orang-orang Prancis, sebab ia berasal dari Amerika Serikat. Hal paling saya garisbawahi ialah ketika seorang bayi menangis di malam hari, orang Prancis tidak akan langsung memberikan ASI kepada bayi. Justru mereka memberikan jeda beberapa menit, dan juga ketika anak sudah terlelap tidur, mereka tidak akan berada di ruangan yang sama. Dengan kata lain, bayi ditinggalkan, layaknya ia seperti orang dewasa ketika tidur di kamarnya sendirian.

Hal uniknya adalah, ketika kita melihat fenomena tersebut di Indonesia, kesulitan pertamanya ialah karena faktor lingkungan yang sulit untuk memungkinkan diterapkannya parenting ala orang Prancis. Kendati menurut Druckerman yang mendapat informasi dari dokter anak, psikolog orang Prancis, bahwa kultur tersebut tidak tercipta secara langsung, melainkan dari proses panjang sejarah negara tersebut. Sisanya saya menikmati membaca buku mengenai bagaimana parenting ala Prancis terhadap bayi baru lahir hingga bayi berusia sekitar 3-5 tahun.

Barangkali itulah daftar buku bacaan yang bisa saya bagikan kepada pembaca. Harus dicatat bahwa urutan di atas engga bermaksud untuk menempatkan mana yang paling utama dan terakhir. Melainkan sesuai dengan riwayat pembacaan dan juga merupakan pilihan yang subjektif.

--

--

Pam
Pam

Written by Pam

Sesekali menulis di tepi peradaban digital, sebab hidup hanya angin lalu, amat disesalkan jika kemampuan untuk mengisahkan dan mengingat itu terabaikan.

No responses yet